Jang bertanda tangan dibawah ini:
jang pertama (perempoean) bernama ................................ beroemah di ................................ berwalikan orang bernama
................................ beroemah di ................................ dan jang kedoea (laki-laki) bernama ................................ beroemah di ................................ jang ber‘aqad nikah satoe sama lain
di ................................ pada hari didepan Penghoeloe ................................ menerangkan bahwa nikah antara kedoea mereka itoe soedah kedjadian denggan djandji-djandji seperti jang berikoet :
Pertama: Dengan mengingat Firman Allah di dalam Qoer‘an soerah Ar-Roem, ajat ke 21:
("Dan salah satoe dari pada tanda-tandanja (Allah) dan bahwasanja IA telah mendjadikan djodo-djodoan bagi kamoe dari pada dirimoe sendiri, agar soepaja mendapat fikiran jang tentram pada mereka itoe, dan IA menaroeh ketjintaan dan asih diantara kamoe ...").
Maka kedoeanja fihak jang ber‘aqad adalah berdjandji akan seboleh-bolehnja memeliharakan dan mengoeatkan Pertalian Nikah ini dengan pertegoeh-tegoehkan setia dan dengan bertolong-tolongan kemoedahan hati masing-masing kepada jang lain.
Kedoea: Pernikahan ini dilakoekan dengan mahar (emas-kawin) dari pada fihak jang kedoea (laki-laki) oentoek fihak jang pertama (perempoean) sedjoemlah ................................ roepiah soedah dibajar toenai, dan jang sisanja hoetang akan dibajar setelah satoe tahoen kemoedian dari pada hari kedjadiannja ‘aqad ini, atau pada sewaktoe-waktoe diminta oleh fihak jang pertama (istri), ataupoen menoeroet djandji jang terseboet dibawah ini;
Ketiga: Mengingat Firman Allah didalam Al-Qoer‘an soerah An-Nisa, ajat ke 34:
("Orang laki-laki itoe adalah perlindoengan orang perempoean oleh karena Allah telah meninggikan setengah dari pada mereka itoe atas setengah jang lain-lainnja dan oleh karena mereka itoe mengeloearkan dari pada kekajaannja").
Maka fihak jang kedoea (laki-laki) akan memelihara dan membelandjai (memberi nafkah) kepada fihak jang pertama (isteri) dengan lakoe dan kadar jang patoet, dan berpadanan dengan halnja didalam kehidoepan.
Apabila fihak jang kedoea (lelaki) tidak mentjoekoepi tanggoengannja itoe sehingga menjebabkan terganggoenja kesenangan atau keamanan hidoepnja fihak jang pertama (isteri) haroeslah perkara itoe dioeroes menoeroet fasal seperti jang berikoet (sjiqoq):
Ke-empat: Djikalau diantara kedoea fihak timboel hal atau keadaan seperti jang dimaksoedkan didalam ajat kedoea dari pada fasal ketiga diatas ini, ataupoen lain-lain hal atau keadaan jang membahajai (mengoeatirkan) atas selamanja perhoeboengan perkawinan, maka kedoea belah fihak berdjandji akan berlakoe seperti jang terseboet didalam Al-Qoer‘an soerah An-Nisa ajat ke 35 :
("Dan apabila kamoe takoet akan kedjadian perpetjahan diantara kedoeanja, maka angkatlah seorang hakam dari pada keloearganja (lelaki) dan seorang hakam dari pada keloearganja (perempoean), apabila kedoea mereka itoe menghendaki perdamaian, maka Allah akan mendjadikan persetoedjoean diantara mereka: sesoenggoehnja Allah Maha Mengetahoei Maha Sadar").
Jaitoe masing-masing fihak menoendjoekkan atau mengangkat seorang hakam (wakil pendamai), jang kedoeanja hakam itoe menetapkan bersama-sama dengan semoefakat atau dengan oendian seorang jang ketiga, jang persidangannja ketiga orang itoe seboleh-boleh mendamaikan antara kedoea belah fihak laki-bini (fihak kedoea dan fihak pertama), soepaja boleh landjoet perhoeboengan perkawinannja.
Akan tetapi djika pendapatan persidangan itoe memang soeara jang memoetoeskan pertjeraian, maka djatoehlah talaq satoe dari fihak jang kedoea (lelaki) dengan tidak mengoerangi kewadjibannja fihak jang kedoea (lelaki) tentang pemeliharaan dan nafkah fihak jang pertama (isteri).
Kelima: Djika fihak jang kedoea (lelaki) telah berbini lain atau mengawini bini lain, dengan tidak setahoe atau idzin fihak jang pertama (isteri), maka setelah hal itoe diketahoei oleh fihak jang pertama (isteri), dan ia tidak ridho dengan hal jang demikian itoe, bolehlah perkara itoe dioeroes menoeroet fasal diatas ini.
Akan tetapi djika fihak jang pertama (isteri) ta‘ soeka menerima djalan itoe, laloe ia memperma‘loemkan tidak ridhonja itoe kepada djawatan (officieele beambte) pendaftar nikah, maka djatoehlah talaq dari fihak jang kedoea (lelaki) atasnja dengan pemberitahoeannja seperti jang terseboet itoe sadja.
Keenam: Djika oeroesan seperti jang terseboet didalam fasal jang ke-empat di atas ini tidak bisa berlakoe karena fihak jang kedoea (lelaki) telah meninggalkan fihak jang pertama (perempoean) kenegeri lain ataupoen ta‘ maoe menetapi djandji jang terseboet tentang mengangkat hakam, maka dengan karena inkarnja fihak jang kedoea (lelaki) itoe, telah djatoehlah talaq satoe dari fihak jang kedoea (lelaki) atas fihak jang pertama (isteri) .
Ketoedjoeh: Djika oeroesan seperti jang terseboet dalam fasal jang ke-empat itoe tidak bisa berlakoe karena fihak jang pertama (isteri) telah meninggalkan fihak jang kedoea (lelaki) dengan tidak idzinnja dan atau ta‘ maoe menetapi djandji jang terseboet tentang mengangkat hakam, maka djatoehlah atas fihak jang pertama (isteri) hoekoem noesjoez, sampai fihak jang pertama (isteri) poelang kepada fihak jang kedoea (lelaki) atau sampai tjoekoep satoe tahoen dalam pertjeraian itoe.
Kedelapan: Djika fihak jang kedoea (lelaki) mendjatoehkan talaq atas fihak jang pertama (isteri), atau djatoeh talaq dengan karena kepoetoesan jang terseboet di dalam fasal empat atau fasal ke-enam diatas ini, maka wadjiblah atas fihak kedoea (lelaki) membajar bahgian mahar jang masih terhoetang pada waktoenja talaq itoe mendjadi ba‘in, sebab tjoekoep tiga kali bertjerai atau sampai masa iddahnja fihak jang pertama (isteri).
Kesembilan: Apabila telah terdjadi pertjeraian antara kedoea belah fihak itoe dengan talaq dari fihak jang kedoea (lelaki) seperti jang terseboet didalam fasal-fasal jang terseboet diatas maka selagi talaq itoe beloem mendjadi ba‘in, tetaplah hak roedjoe‘ kepada fihak jang kedoea (lelaki).
Dalam pada itoe fihak jang kedoea (lelaki) mengakoe, bahwa roedjoe‘ itoe haroes disjahkan dengan mengembalikan perhoeboengan perkawinan seperti bermoela sebeloem pertjeraian itoe, dengan tidak memaksa fihak jang pertama (isteri) dengan kekerasan.
Kesepoeloeh: Djika fihak jang kedoea (lelaki) menjatakan roedjoe‘ itoe laloe tidak mengembalikan perhoeboengan pernikahan seperti jang terseboet maka tetaplah talaq dari fihak jang kedoea (lelaki) atas fihak jang pertama (isteri) dan mendjadi ba‘in talaq itoe, apabila tjoekoep ada fihak jang pertama (isteri) terhitoeng dari moela-moela djatoehnja talaq dari fihak jang kedoea (lelaki) dan tentang nafkah dan mahar dilakoekan seperti jang terseboet didalam fasal-fasal tentang perkara itoe jang telah terseboet diatas.
Tetapi djika roedjoe‘ tidak dapat berlakoe dengan karena inkar atau tidak menerima oleh fihak pertama (isteri) maka djatoehlah atas fihak jang pertama (isteri) hoekoem noesjoez dalam selama menjampaikan ‘iddahnja dan goegoerlah haknja atas nafkah ‘iddah jang masih berdjalan.
Kesebelas: Dalam tiap-tiap perkara Talaq jang terseboet didalam perdjandjaan ini, tjoekoeplah pemberitahoean oleh fihak jang pertama (isteri) seperti jang terseboet didalam fasal jang kelima diatas ini, dengan tidak djalan perkara lagi.
Demikianlah telah diperboeat oleh kami kedoea belah fihak jang terseboet diatas ini di ................................ pada ................................
Fihak jang pertama: ................................
Fihak jang kedoea: .................................
Wali: .....................................
Saksi 1: .................................
Saksi 2: .................................
Quelle: Soeara PSII Jan/Feb. 1938, S. 16-18. |